Kisah seorang Nenek Asyani
(Manusia dan Keadilan)
Sulitnya
mendapatkan keadilan Indonesia. Bukan karena undang-undang Indonesia yang
sangat lemah juga namun karena orang-orang yang mencari sensasi untuk dijadikannya perkara, mungkin?
Kita
ambil dari kisah seorang nenek Asyani yang
usianya mungkin udah bisa dibilang
sangat senja. Nenek tersebut dituduh oleh perhutani mengambil kayu jati milik
mereka. Namun, nenek Asyani tidak merasa bahwa kayu yang diambil oleh almarhum
suaminya adalah kayu milik perhutani. Menurutnya, kayu jati milik Perhutani
yang hilang berdiameter 100 sentimeter, sementara kayu milik Nenek Asyani hanya
10 sampai 15 sentimeter. Dia pun memastikan, kayu tersebut benar miliknya.
Kasus Nenek Asyani menguatkan
bahwa sulit mendapat keadilan di tengah-tengah hukum yang diterapkan di
Indonesia. Ia dituduh mencuri kayu yang diambilnya dari lahan milik sendiri.Selain
itu juga, ia tidak mengetahui bahwa lahan miliknya sudah berpindah tangan
sekalipun ada bukti sertifikat yang disimpannya. Apalagi dakwaan yang
ditujukan untuknya begitu berat, tidak seimbang dengan perbuatan yang
dituduhkan padanya.
Kayu jati yang dipermasalahkan
tersebut sebenarnya sudah diambil sejak lama dan disimpan. Sementara itu ukuran
kayu yang diambil hanyalah kayu berukuran kecil, berbeda dengan ukuran
kayu yang dimaksud oleh Perhutani. Apalagi dengan usia Nenek Asyani yang
sudah tua, seharusnya aparat hukum memperhatikan keadaan ia saat ditahan.Bayangkan
kasus tersebut dilaporkan pada bulan Juli 2014, dan ia ditahan mulai Desember
2014. Sementara persidangan baru dibuka 3 bulan kemudian.
Sungguh upaya yang sangat lama
dalam penanganan kasus tersebut, bahkan terkesan berlarut-larut tanpa
penyelesaian. Wajar bila ada anggapan bahwa ini adalah tindakan kriminalisasi.
Terlebih lagi membiarkan perempuan tua dalam penjara selama itu dari sisi
kemanusiaan tentu sulit untuk diterima.Kasus ini semakin menegaskan bahwa hukum
di Indonesia tidak bisa menyentuh semua kalangan. Seharusnya semua warga negara
tidak ada yang kebal hukum.
Tapi lihatlah, “hanya” karena 7
batang kayu yang harganya tidak seberapa dan tidak memberikan kerugian untuk
negara telah menyeret warga miskin ke dalam masalah hukum.Sementara itu, di
luar sana banyak pejabat pemerintah yang sudah jelas “merampok” harta rakyat
bahkan bekerja sama dengan pihak asing mengeruk kekayaan sumber daya alam milik
rakyat dibiarkan bebas. Kalaupun ada yang tertangkap hukuman yang diberikan
tidak sepadan, bahkan masih bisa menikmati fasilitas mewah di dalam penjara. Namun,
Saat ini Nenek Asyani telah menghirup udara bebas berkat dikabulkannya
permohonan penagguhan penahanan pada 16 Maret 2015. Penangguhan dikabulkan
dengan jaminan sejumlah pejabat dan politisi setempat.
Sangat sangat melemahnya hukum di
Indonesia, yang hanya bisa menindas kaum yang lemah. Mereka tidak berfikir
bahwa yang dijatuhkan adalah seorang nenek tua dan hanya permasalahan dengan
kayu jati. Ya, sangat berbeda sekali kan dengan mereka kaum berdasi yang
apabila bersalah maka mereka sangat bisa membebaskan diri mereka dengan uang. Bahkan
sekalinya mereka dipenjarakan juga mungkin penjaranya memiliki fasilitas yang
sangat bagus, bukan?
Rasulullah sendiri tidak pernah
tebang pilih dalam menegakkan hukum dan keadilan, sekalipun kepada anak
kandungnya sendiri.
“Amma ba’du. Orang-orang
sebelum kamu telah binasa disebabkan bila seorang bangsawan mencuri dibiarkan
(tidak dihukum), tetapi jika yang mencuri seorang yang miskin maka dia ditindak
dengan hukuman. Demi yang jiwaku dalam genggamanNya. Apabila Fatimah anak
Muhammad mencuri maka aku pun akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari)
Komentar
Posting Komentar